ENDE,ntt-investigasi.com– Delapan dekade sudah Indonesia merayakan kemerdekaan pasca penjajahan. Namun, kemerdekaan itu belum sepenuhnya beriringan dengan pembangunan sarana dan prasarana, khususnya jalan darat yang menjadi akses utama penghubung antar wilayah.
Di Kabupaten Ende, jalan darat masih menjadi “imajinasi” bagi sebagian masyarakat, terutama yang tinggal di wilayah selatan. Ketimpangan pembangunan infrastruktur ini berlangsung bertahun-tahun, karena lebih sering dipengaruhi kepentingan politik ketimbang perencanaan kebutuhan masyarakat.
Kisah dari Desa Nila dan Kekasewa
Beberapa desa di Kecamatan Ndona, seperti Desa Nila dan Kekasewa, menjadi contoh nyata lambannya pembangunan jalan darat. Meski Republik ini sudah 80 tahun merdeka dan bupati berganti berkali-kali, kedua desa ini tetap belum merasakan akses jalan raya yang layak.
Satu-satunya jalur menuju dua desa tersebut hingga kini hanya lewat laut. Kondisi ini membuat masyarakat harus bertaruh nyawa setiap kali bepergian ke pusat kota Ende, apalagi saat laut sedang bergelombang besar dan angin kencang.
“Selama ini warga terpaksa memakai jalur laut meski alam tidak bersahabat. Itulah satu-satunya akses jika ingin cepat tiba di Ende untuk menjual hasil pertanian maupun kebutuhan lainnya,” ungkap Kepala Desa Nila, Alexsander Sado, kepada nttinvestigasi.com, Sabtu (16/8/2025).
Penulis : Redaksi NTT Investigasi
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya